Dalam sepuluh kalimat syair ini, dimanakah kita berada...?



Sebuah sajak
yang ditulis seorang sahabat dalam lembar silaturahmi
dari seorang sahabat yang syahid...,
dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA..

Aku khawatir terhadap suatu masa

Yang roda kehidupannya dapat menggilas keimanan

Keimanan yang hanya tinggal pemikiran

Yang tak berbekas dalam perbuatan



Banyak orang baik tapi tak berakal,

Ada orang berakal tapi tak beriman...



Ada lidah fasih tapi berhati lalai

Ada yang khusuk, namun sibuk dalam kesendirian.



Ada ahli ibadah, tapi mewarisi kesombongan iblis

Ada ahli maksiat rendah hati bagaikan sufi..,



Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat

Ada yang menangis karena kufur nikmat..,



Ada yang murah senyum, tapi hatinya mengumpat

Ada yang berhati tulus, tapi wajahnya cemberut.



Ada yang berlisan bijak, tapi tak memberi teladan

Dan ada pelacur, yang tampil menjadi figur.



Ada orang yang punya ilmu tapi tak faham

Ada yang faham, tapi tak menjalankan..,



Ada yang pintar tapi membodohi

Ada yang bodoh tapi tak tahu diri..,



Ada orang beragama, tapi tak berahklak

Ada yang berakhlak, tapi tak ber � Tuhan



Lalu..., diantara semua itu

Dimanakah aku berada....???


 

Semua kalimat dalam syair dalam puisi ini rasanya saat ini telah menjadi kenyataan, kita dapat melihat dengan jelas segala macam kekhawatiran dalam setiap kalimat yang ditulis Sayyidina Ali pada jaman sekarang.

Sekarang mari kita coba telaah satu persatu.
  • Roda kehidupan menggilas keimanan, keimanan hanya tinggal pemikiran, tak membekas dalam perbuatan..
Dalam kenyataan saat ini kita dapat dengan mudah menemukan, bagaimana gaya kehidupan dan life style masyarakat telah meninggalkan banyak keimanan mereka, khususnya islam. Banyak dari kalangan muslim sendiri yang seolah meninggalkan agamanya, takut dengan agamanya sendiri, orang muslim yang takut terhadap islam.

Salah satu buktinya, jika kita mendengar ide tentang hukum syariah, penerapan hukum islam dalam kehidupan dan tatanan bermasyarakat, maka lihatlah siapa yang paling dulu akan menentang, di Indonesia bukan orang luar yang berkoar koar menentang hukum syariah, tapi orang islam sendiri.

Bagaimana mungkin seorang muslim menentang sesuatu yang akan memuliakan dirinya sendiri�?

Agama dan aqidah saat ini dibicarakan dalam diskusi diskusi, seminar seminar, forum forum, dan rapat rapat, dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Banyak orang menulis status, quote, kalimat bijaksana yang indah di sosial media, kemudian apakah hal itu telah memang membekas dalam perbuatan mereka, itu perkara lain. Seperti kata Sayyidina Ali, hal itu tidak membekas dalam perbuatan, hanya sekedar pemikiran, perkataan, dan symposium belaka.
  •  Banyak orang baik tapi tak berakal, ada yang berakal tapi tak beriman�
Kita menemui masyarakat dalam suatu tatanan yang beraneka ragam saat ini, dan tidak mustahil persis seperti apa yang digambarkan Sayyidina Ali ini, orang baik tak berakal, dan yang berakal tapi tak memiliki iman. 

Ada banyak orang baik yang berbudi pekerti bagus, berprilaku santun, menjunjung tinggi nilai nilai ketuhanan, menjunjung tinggi hukum hukum Allah, namun mereka tidak memiliki akal yang panjang, gampang terhasut oleh fitnah, gampang digiring ke dalam opini opini menyesatkan, sehingga orang orang yang sejatinya baik ini, malah tidak memiliki nilai lebih lagi.
 


Kemudian ada yang memiliki akal yang lebih panjang, pandai membaca situasi, cermat dalam mengolah informasi, tidak sembarangan dalam berkomusikasi, dan juga piawai bersosialisasi. Namun mereka tak beriman, mereka masih menuliskan islam dalam lembar KTP mereka, namun hal itu bukan rules atau garis yang akan membatasi perbuatan dan tindak tanduk mereka, hukum Allah bukanlah hal yang menjadi pertimbangan buat mereka.
  •       Ada lidah fasih tapi berhati lalai, dan ada yang khusu�, namun sibuk dalam kesendirian�
Tak terhitung banyaknya orang yang pandai berbicara saat ini, baik secara lisan maupun tulisan. Berpidato dan berceramah di sana sini, menulis kata kata bijaksana di sosial media, menyampaikan quotes indah dalam twitter dan facebook mereka, membuat broadcasting bbm, menebar kata kata indah dan menggugah. Namun, dirinya sendiri lalai, jauh dari figure dan istiqomah yang ia sampaikan, tidak peka dan responsive terhadap segala macam kebaikan dan kebijaksanaan yang ia tuliskan.

Sebaliknya ada juga yang khusu�, yang tawadhu�, yang beribadah senantiasa, namun ia sibuk dalam kesendiriannya sendiri. Ia tidak memikirkan orang lain, apakah mereka mau beribadah atau tidak, berbuat baik atau tidak, melakukan kejahatan atau tidak, korupsi atau tidak, berbuat kerusakan atau tidak, yang pentingnya adalah dirinya sendiri. Ia tidak memperdulikan orang lain, yang terpenting baginya adalah keselamatan dan kebaikan untuk dirinya sendiri. 


  • Ada ahli ibadah namun mewarisi kesombongan iblis, dan ada ahli maksiat, rendah hati bagaikan sufi
Banyak sekali kita menemukan hal semacam ini di saat sekarang, bahkan bisa saja kita termasuk di dalamnya. Ada yang merupakan seorang yang ahli dalam beribadah, pandai dalam urusan agama, namun hal itu malah membuatnya sombong, angkuh, merasa lebih baik dan lebih hebat dari orang lain, gampang mengkafirkan, gampang menjudge orang lain salah. Dan tentu saja orang seperti ini tidak mudah dinasehati, karena ia telah merasa lebih pintar dari orang lain, kesombongannya meletakkan diri dan hatinya pada tempat yang sulit dijangkau oleh nasehat dan peringatan.


Sebaliknya, ada pula yang merupakan ahli maksiat, ahli berbuat curang, ahli dalam berbohong, ahli dalam berzina, ahli dalam merusak tatanan kebaikan, ahli dalam menghancurkan norma norma sosial di masyarakat. Namun mereka tampil laksana malaikat, yang rendah hati, yang toleransi, dan sangat baik hati, dan mirisnya orang orang sangat menghormati mereka.
  • Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat, ada yang menangis karena kufur nikmat
Berapa banyak juga orang yang menganggap enteng semua persoalan, terlalu sering tertawa hingga hatinya keras dan susah menerima nasehat, yang menganggap segala nasehat hanya sebagai gurauan, menganggap peringatan hanya semacam lelucon, penertawaannya ini bisa saja berarti meremehkan dan mengangap enteng pada sesuatu yang mestinya ditanggapi serius.

Lawannya, ada pula orang yang mengeluh di pagi dan sore, menangis di siang dan malam, merintih di timur dan juga di barat, dan mengaduh saat berdiri maupun berbaring, karena merasa kekurangan, karena merasa rezeki yang sempit dan tidak pernah cukup.

Kita tidak dapat menghitung rezeki hanya dalam bentuk uang saja, dalam bentuk materi saja. Tubuh yang sehat, akal yang sempurna, jalan pikiran yang terbuka, sahabat yang baik, keluarga yang bahagia juga merupakan sebuah rezeki yang tidak ternilai jumlahnya. Kufur adalah sebuah sikap yang akan mengekang kemampuan kita untuk dapat merasakan bahagia, selalu merasa kurang dengan apa yang telah ada, selalu merasa Allah SWT memberi kita kebaikan yang terlalu sedikit.

Dan ini adalah sikap yang berbahaya.
  • Ada yang murah senyum, tapi hatinya mengumpat. Ada yang berhati tulus tapi hatinya cemberut
Orang orang bermuka dua, teknik marketing yang memprioritaskan senyum palsu, keramahan yang hanya lipstick, kepedulian yang hanya topeng, dan senyum manis yang hanya sekedar penarik minat saja. Akan tetapi dalam hatinya malah memaki, mengumpat, tidak ikhlas, tidak tulus dan tidak sungguh sungguh, bagaimana pula senyum menawan itu akan bermanfaat untuk dirinya sendiri, untuk menawar rasa sakit dan luka bagi orang lain, jika yang memiliki senyum sendiri, menghadirkannya hanya untuk kepura puraan semata.


Dan ada pula yang tulus, yan ihklas, yang apa adanya, namun wajahnya cemberut, tidak mudah senyum, tidak menghadirkan keramah tamahan dalam dirinya untuk orang lain, sehingga orang menjadi takut dan tidak betah didekatnya, karena wajahnya dan prilakunya yang senantiasa antipati meskipun hatinya tulus.
  • Ada yang berlisan bijak, tapi tak memberi teladan. Ada pelacur yang tampil menjadi figur
Berapa banyak manusia yang mampu berkata kata bijaksana, menawan dan mempesona, namun sikap dan tabiatnya sendiri jauh dari keteladanan, tidak bisa memberi contoh sebagai yang ia ucapkan. 

Contoh gampang saja adalah seorang ayah yang menasehati anaknya dengan larangan untuk tidak merokok, bahwa merokok itu tidak baik, merusak kesehatan, namun ia sendiri tidak pernah berusaha menghentikan kebiasaan merokoknya, lisannya terdengar bijak, tapi tidak dibarengi dengan keteladanan.

Pelacur menjadi figur, bukan hal yang baru untuk kita ketahui. Bagaimana seseorang yang jelas jelas berzina dan berbuat rendah, malah dipuja puji, disanjung dan diikuti. Ada banyak orang dari banyak kalangan yang tampil seperti ini, ketika skandal kelamin mereka diumbar kesana kemari, masyarakat yang buta malah mengidolakannya. Naudzubillah..
  • Ada orang yang berilmu tapi tak faham, ada yang faham tapi tak menjalankan
Berapa banyak orang yang saat ini bersekolah tinggi tinggi, hingga sampai pada tingkat dan strata tertentu, namun itu hanya sebagai upaya untuk mengejar title dan gelar saja, guna memuluskan keinginan untuk memperoleh pekerjaan bergaji lebih besar  saja, adapun untuk ilmu yang ia pelajari, ia sama sekali tak faham. Ia memiliki ilmunya, mempunya akses untuk mengetahui lebih banyak, namun ia tidak mengerti dan juga tidak berusaha memahaminya.

Lantas ada juga banyak yang berilmu dan juga faham, namun mereka tidak menjalankan. Ilmu dan kefahaman mereka hanya di umbar dalam diskusi dan retorika belaka, mengenai aplikasi dilapangan itu lain cerita. 
  • Ada yang pintar tapi membodohi, ada yang bodoh tapi tak tahu diri
Pintar tapi membodohi banyak sekali contohnya saat ini. bagaimana orang orang pintar dan berpendidikan tinggi membodohi orang orang awam yang berpendidikan rendah. Mereka mencekoki orang orang dengan pengetahuan tak seberapa itu dengan beragam teori yang mebuat pusing kepala, mengiming imingi mereka dengan beragam hal membuat liur mereka meleleh, padahal niatnya hanya untuk membohongi dan membodohi mereka.


Sebaliknya ada pula yang bodoh, yang tidak mengerti namun tidak tahu diri, berlaku sok pintar dan sok pandai, melakukan banyak hal karena didorong oleh keegoan dan gengsi semata, sebuah kebodohan yang cepat atau lambat akan membinasakannya.
  • Ada yang beragama, tapi tak berahlak, ada yang berahlak, tapi tak ber-Tuhan.
Mencaci maki di depan umum, bermulut kotor, berzina, korupsi, kikir, mungkin adalah sebagian kecil dari aplikasi nyata orang orang tak berahlak, dan anehnya mereka beragama. Agama dan aturan yang mereka yakini, sama sekali tidak menjadi rujukan mereka dalam bersikap dan berprilaku di tengah tengah masyarakat, seolah olah agama bukanlah sebuah guidance of life buat mereka, mereka beranggapan, memiliki Tuhan dan bagaimana bersikap, adalah dua perkara yang tidak ada hubungannya.

Selanjutnya yang terakhir, ada yang orang orang yang memiliki ahlak baik, suka membantu, jujur, amanah, senantiasa care dan peduli kepada sesama. Sayangnya mereka tak ber- Tuhan, mereka menganggap bahwa Tuhan adalah sebuah rekayasa pemikiran manusia, bahwa kepercayaan kepada Tuhan adalah sebuah pelarian dari ketidak mampuan manusia menghadapi tantangan dan kesulitan.
 

Meskipun ada diantara orang berhlak baik ini memiliki Tuhan, tapi Tuhannya bukanlah Tuhan yang semestinya di taati. Ada diantara mereka yang menganggap Tuhan beranak, diperanakkan, memiliki rupa manusia, memiliki rupa hewan, memiliki sifat sifat manusia, dan juga dapat diperumpamakan dengan berbagai hal yang bersifat kebendaan. 

Sedangkan Dzat Tuhan tidak demikian, Tuhan tidak dapat menjadi Tuhan jika kita dapat membandingkan sifat sifatnya dengan apa yang ada di dunia ini. 

Tuhan hanyalah satu, Allah SWT,  Yang Maha Esa, Yang tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan, Yang kekal, Yang abadi, dan tidak ada satupun yang menyerupai � Nya.

***             

                                                                                          
Lantas sekarang, diantara sedikit penjabaran dari syair yang ditulis Sayyidina Ali ini.

Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri, bukan pada orang lain. Mari kita memandang diri kita sendiri, bukan orang lain sebagai objek.

Kita masuk golongan yang mana, dimanakah kita berada..?





Salam.

0 Response to "Dalam sepuluh kalimat syair ini, dimanakah kita berada...?"

Posting Komentar