Good news and bad news ketika demam untuk mendaki gunung berangsur sembuh



Sebelum kita berbicar lebih banyak tentang topik kita yang satu ini, saya ingin memohon maaf kepada sahabat pembaca semua, karena sudah hampir satu setengah bulan ini blog sederhana yang biasanya update posting terbaru setiap hari ini, tidak bisa saya perbaharui setiap harinya, karena situasi dan kesibukan saya yang agak susah memperoleh waktu yang pas untuk menulis.

Di antaranya banyak pikiran dan hal yang ingin saya bagi dalam blog yang sederhana ini, ada satu hal yang mungkin akan menjadi suatu topik yang menyenangkan untuk dibahas. Yaitu masih tentang fenomena demam mendaki gunung dan bertualang, namun bukan dibahas dari dampaknya, banyak gear yang bersliweran, maraknya foto foto selfie di puncak gunung atau dihutan, ataupun menjamurnya istilah adventure untuk suatu kegiatan yang sebenarnya hanya sebuah leyeh leyeh belaka.

Kita tidak akan ngobrol itu semua kali ini,

Tetapi kita akan berbicara mengenai seberapa lama dan masihkah akan awet demam fenomena mendaki gunung dan bertualang di alam bebas ini�?

Tulisan saya ini nanti bisa jadi ada benarnya, bisa juga malah salah sama sekali. Dan itu tidak terlalu penting untuk dipermasalahkan, saya hanya akan mencoba membahas hal ini dari sudut pandang saya pribadi, sebagai sosok yang juga gemar mendaki gunung sejak lama.

Jadi jika dalam tulisan ini nanti, terdapat pendapat atau gagasan saya yang tidak disetujui, that�s no big deal, it�s just my opinion.


Kita tahu sendiri, wabah demam mendaki gunung dan bertualang di alam bebas ini, sebagai pemulainya mungkin adalah karena kesuksesan film 5cm, sebuah kisah fiksi romantic yang diangkat ke layar lebar, berdasarkan novel bestseller karya Donnie Dirgantoro, yang memang seperti kita tahu, bahwa film ini banyak mengambil setting di kawasan surganya gunung Semeru yang begitu indah dan mempesona.

Hingga sodoran panorama yang begitu indah ke hadapan banyak anak muda Indonesia yang selama ini seolah tertidur dengan gaya hidup modern perkotaan, menjadi sedikit terusik untuk ikut menjelajah dan melihat sendiri panorama yang sebenarnya, untuk tidak lagi sekedar menyaksikannya hanya dari layar kaca dan layar bioskop saja.

Dampak dari semua ini tentu saja sangat luar biasa, ketika kita menyaksikan banyak orang berbondong bondong mendatangi gunung yang selama ini hanya dicumbui oleh hanya beberapa gelintir orang saja. Puncak puncak tinggi di nusantara yang selama ini sepi, hening, dan lengang, berubah berisik luar biasa laksana pasar malam.

Dampak positif dari itu semua tentu saja ada, mulai dari meningkatnya penjualan produk outdoor dan adventure, membanjirnya agent agent perjalanan yang mendadak ada, serta menjadi berdenyutnya perekonomian kaki gunung bagi masyarakat yang mendiaminya. Tetapi dibalik sisi positif tentu sisi negative juga pasti ada, mulai dari pencemaran lingkungan, sampah, hingga pupusnya kesakralan sebuah perjalananan pendakian gunung, karena ramai dan murahnya kesan sebuah puncak gunung.

Dan dengan segala macam moda perubahan seperti sekarang ini, sampai kapankah trend adventure dan naik gunung akan berakhir, atau akan menemui titik jenuhnya..?


Saya adalah salah satu orang yang mungkin pesimis dengan euphoria ini, karena saya sendiri berkeyakinan bahwa mabuk dan demam mendaki gunung ini, tidak lama lagi sepertinya akan segera berakhir, dan prediksi saya fase ini hanya akan menjumpai finishnya pada kurun waktu satu atau dua tahun lagi. 

Pada sekitar satu atau dua tahun lagi, Insya Allah kita akan kembali menemukan alam alam yang kembali sepi, gunung gunung yang kembali lengang, dan lembah lembah yang akan kembali dalam keasrian dan kesendiriannya, hanya akan tersisa sang pecinta alam dan petualang sejati yang akan tetap bertahan untuk terus menjelajahi tapak tapak petualangan dalam rimba dan ketinggian. Orang orang yang selama ini hanya ikut arus dalam kegiatan petualangan dan pendakiannya, secara perlahan satu demi satu akan mulai merasa jenuh, bosan, dan kehilangan tantangan dan semangat untuk tetap menjadi penjelajah alam.

Mengapa saya bisa berpikiran seperti ini, karena saya percaya bahwa sebuah euphoria tentu memiliki awal dan akhir, memiliki fase permulaan, klimaks, dan akhirnya fase penurunan. Dan seperti kita tahu sendiri bahwa, euphoria mendaki gunung saya rasa telah menurun dari fase klimaksnya saat ini, antusiasme, ghirah, dan kesengsem seseorang dalam memuncaki rimba rimba dan pegunungan tinggi, telah turun dari puncaknya beberapa waktu sebelumnya.

Salah satu indikasi yang mungkin gampang terbaca dari penurunan antusiasme ini adalah dengan berkurangnya animo masyarakat terhadap diskon dan sale besar besaran dari beberapa brand penunjang outdoor.

Saya adalah salah penjual, dropshipper, reseller, juga pemilik toko yang menjual peralatan tersebut, dan saya dapat merasakan dengan jelas bahwa animo masyarakat dalam menyambut program diskon dari sebuah brand outdoor ternama mengalami penurunan yang cukup terasa dibandingkan sebelumnya.


Selain indikasi tersebut, hal ini dapat terbaca juga dengan berkuranganya kuantitas postingan poto, artikel, dan hal hal yang berhubungan dengan dunia adventure di sosial media akhir akhir ini. orang orang yang biasanya memposting hal hal yang berbau petualangan selama beberapa bulan terakhir, mulai merasa jenuh dan bosan. Dan mereka mulai ke kehidupan mereka yang sebelumnya, menjadi lebih normal dan alamiah, tidak lagi merasa terusik untuk terus terusan memposting outdoor activity mereka, yang kadang terkesan dipaksakan.

Ketika demam mendaki gunung berangsur pulih, hanya orang orang dengan jiwa pendaki sejati yang tetap akan ke gunung

Jika perkiraan saya ini benar, maka akan ada dua kabar, good news dan juga sekaligus bad news sehubungan dengan ini.

Bad newsnya adalah minat masyarakat terhadap dunia aktifitas alam terbuka akan menyurut, bisnis travelling dan agent perjalanan akan kembali sepi peminat, pebisnis perlengkapan outdoor akan kembali menemui pasar yang stabil, tidak meledak ledak seperti saat ini, dan perekonomian masyarakat kaki gunung yang mungkin selama ini terimbas oleh ramainya kunjungan para pendaki akan kembali sepi dankembali biasa seperti yang dulu lagi.

Dan good newsnya adalah gunung kembali sepi, para petualang dan pecumbu alam raya yang sejati kembali mendapatkan rumahnya kembali, sampah mulai berkurang, pasar mendadak di puncak puncak gunung akan hilang, dan ini adalah kabar bagus untuk para peziarah ketinggian yang memang mendambakan suasana yang lengang di ketinggian. 

Hiruk pikuk yang selama ini mungkin saja membuat bising akan segera sirna, dan semboyan � tempat mainku kembali lagi..�, akan banyak mengalun dalam dendangan para penempuh rimba tersebut.

Tidak ada yang bisa kita lakukan dengan hal ini, perubahan adalah suatu yang mesti terjadi.

Sebagai pedagang perlengkapan bertualang saya ikut sedih karena tentu saja minat masyarakat akan berkurang terhadap peralatan outdoor seiring menurunnya euphoria mendaki yang mewabah selama ini.

Namun disisi yang lain, saya juga senang dengan kembali asri dan lengangnya pegunungan, tempat main kami kembali lagi memang benar benar menjadi harapan banyak orang, dan saya mungkin termasuk di dalamnya.

Nah, bagaimana menurut kawan kawan, apakah euphoria mendaki gunung dan bertualang ini akan bertahan lama, atau sependapat dengan saya, atau malah memiliki pandangan lain..?



Salam.

Baca juga :

0 Response to "Good news and bad news ketika demam untuk mendaki gunung berangsur sembuh"

Posting Komentar