Tidak akan menjadi beras, sudahilah...



Intensnya masyarakat saat ini dalam menggunakan sosial media, memang tanpa disadari telah banyak mengubah banyak culture dan budaya kita.

Banyak orang yang bahkan telah diubah oleh sosial media itu sendiri. Aktifnya dalam bersosialisasi dalam media sosial di dunia maya, kadang membuat orang malah menjadi samar di dunia nyata. Eksistensinya di dunia yang sebenarnya, seolah menjadi hilang, pindah ke dalam kotak selebar 5 atau 6 inchi dalam ponselnya. 

Segala sesuatunya dicurahkan dalam dunia yang sekarang menjadi salah satu public power juga, di dunia dimana banyak orang menulis untuk diperhatikan, dimana orang mengirim gambar hanya untuk mendapat pujian dan tanda jempol. 

Dan memang ada banyak sekali jenis media sosial saat ini, mulai dari facebook, twitter, blog, forum, hingga yang lebih sederhana seperti group line,bbm, atau pun whatsapp. 

Memang tidak ada salahnya jika mengambil peran penting dalam laju komunikasi yang kian canggih ini, menjadi penggunanya secara bijaksana dan sesuai keperluan. Akan ada banyak manfaat yang diperoleh dengan ikut serta dalam perkembangan teknologi ini. Arus informasi yang sedemikian cepat dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin sebagai sarana untuk berbagi dan berinteraksi. 

Sudah tidak terhitung orang yang memperoleh manfaat dan meraih sukses melalui manfaat yang ada di media sosial seperti facebook dan yang lainnya, mereka menjadi pedagang, mendirikan toko online, mempromosikan jasanya melalui media tersebut. Sisi lain adalah kemudahan dalam berbagi hal hal yang baik, berdakwah, dan saling ingat mengingatkan, ini adalah beberapa contoh yang juga menjadi salah satu manfaat yang bisa kita dapatkan dari bersosial media.


Namun pada sisi yang lain tidak dapat dipungkiri, bahwa pengaruh media sosial juga menjadi banyak negatifnya. Orang orang menjadi kurang jiwa sosialnya dalam kehidupan nyata, obrolan hangat dan akrab yang biasa dulu kita temukan dalam antrian, halte bus, kereta api, stasiun, atau hanya lesehan di pinggir jalan, sudah jarang kita temui saat ini. 

Dalam waktu waktu yang merupakan perfect time seperti itu, yang semestinya dimanfaatkan untuk mengobrol dan berusaha menjadi lebih dekat kepada  orang orang disebelahnya, seperti dalam antrian ,atau dalam sebuah bus tersebut, orang orang saat ini masih saja lebih banyak terpaku pada layar handphone mereka, alih alih untuk mengobrol, mereka lebih tertarik untuk mempelototi layar handphone yang selalu ada dalam genggamannya.

Ada banyak, banyak sekali dampak yang terjadi dengan intensnya seseorang yang terlalu aktif dengan sosial media, selain menghabiskan banyak waktu produktif mereka.

Hilangnya keakraban dalam interaksi langsung adalah salah satu dampak negatif sosial media

Namun ada satu hal yang menarik, dan ingin saya tulis terkait hal ini, yaitu fenomena perdebatan, pertengkaran, perselisihan yang terjadi di media sosial seperti facebook dan yang lainnya.

Pada banyak group atau forum saya sering sekali menemukan sebuah topic yang menjadi bahan banyak perdebatan. 

Contoh yang paling gampang adalah perdebatan abadi antara pendukung pemerintah vs para pendukung oposisi, perdebatan antara orang orang yang pro dengan presiden Jokowi, vs orang orang yang kontra dengannya, perdebatan sengit antara para pendukung koalisi Indonesia hebat vs para pendukung koalisi Merah Putih. Kita tahu, hingga saat ini, perdebatan antara kedua kubu ini dalam media sosial terus terjadi, meskipun tempo dan suhunya telah jauh menurun.

Selain dua pihak popuper tersebut yang aktif berdebat di sosial media, masih banyak sekali topic topic lain yang juga kadang jadi ajang perdebatan. Yang terbaru adalah kejadian kemarin pada session lap moto gp di Sepang, Malaysia, ketika Valentino Rossi diduga telah menjatuhkan pesaingnya Mark Maquez dengan kakinya. 
 

Topik ini menjad hangat diperdebatkan saat ini, siapakah yang benar, dan siapakah yang salah. 

Para pendukung Rossi tentu mengemukakan semua teori tentang pembenaran yang dilakukan oleh idola mereka, sedangkan para pendukung Marquez tentu mengutuk dan mencaci maki habis habisan apa yang telah terjadi. Meskipun kabarnya kasus ini telah menjadi bahan investigasi penyelenggara moto gp tentang apa yang sebenarnya terjadi, perdebatan di sosial media mengenai hal ini terus saja berlangsung.

Saya saat ini tinggal di kotaSamarinda, Kalimantan Timur. Dan di media sosial facebook ada juga sebuah group bernama Bubuhan Samarinda yang merupakan group terbesar dan wadah untuk bersosialisasi warga Samarinda dan sekitarnya dalam facebook.  Group ini anggotanya hampir 100.000 orang, dan mungkin seper-empatnya adalah aggota aktif, meskipun mereka tidak aktif dalam memposting sebuah konten.

Pada dasarnya group ini merupakan wadah yang sangat efektif dalam berpromosi, mencari informasi, atau tujuan bisnis lainnya. Para pengurus group juga aktif dalam berbagai acara kewirausahaan, dan melibatkan anggota groupnya yang sangat aktif ini. 

Dan di group ini juga saya sering mengamati banyak terjadi perdebatan yang mohon maaf, sepertinya sangat tidak penting. Sehingga kadang jika sudah berlarut larut, pengurus mesti turun tangan menengahi atau mengambil keputusan tegas dengan memblokir anggota yang terindikasi sebagai provokator atau tukang kompornya. 
 

Saya tidak pernah ikut berdebat, dan saya memang tidak begitu tertarik dalam hal perdebatan. Namun ada satu hal yang saya suka dalam group ini jika ada perdebatan terjadi, jika perdebatan tampaknya semakin panas, ada saja seseorang atau beberapa orang yang berkomentar begini

  •  Sudahlah wal ae, kada jadi baras jua
  • Kada bisa dimakan jua, sudahlah, atau,
  •  Sudahlah buhannya, kada bakal jadi duit jua basalisih tarus�

Itu bahasa Banjar, salah satu bahasa suku asli di Kalimantan, dan yang juga menjadi bahasa dominan di kota Samarinda ini. Pengertian dari kalimat kalimat tersebut jika diterjemahkan ke dalam pengertian bahasa Indonesia adalah sebagai berikut ;

  •  Sudahlah, tidak usah berselisih dan berdebat terus, perdebatan itu tidak akan bisa menjadi uang, menjadi beras, dan bisa kita makan.

Jika sudah membaca kalimat penengah seperti itu dalam perdebatan di group, saya selalu tersenyum. Dan ya, meskipun terdengar sederhana, kalimatnya itu bijaksana dan ada benarnya.

Tampaknya nasehatnya sederhana sekali, namun itu benar. 

Tidak ada untungnya menurut saya beradu argumentasi, saling mencibir, mencela, mencaci maki, dalam perdebatan di sosial media. 

Yang menang dapat apa, lantas yang kalah juga apa yang diperoleh�?, tidak ada kan.?

Kurangilah ketertarikan anda untuk berdebat dan bertengkar di media sosial

Saya pernah mengenal seorang teman, yang dulunya cukup sering bercengkrama dan ngobrol bersama kami, dan ia adalah salah satu pendukung setia pemerintah saat ini, pendukung setia presiden Jokowi. Dan beberapa kali jika saya menulis tentang sesuatu hal yang tampaknya tidak pro pemerintahan, si teman ini langsung berkomentar dengan nada nada kecut untuk saya, seringkali tidak saya layani karena saya memang tidak tertarik dengan perdebatan, selain juga sangat menhargai dirinya. Namun tampaknya semakin hari  kian menjadi jadi saja, hingga suatu ketika saya sempat jengah juga, dan terpaksa merespon beberapa tulisan pedasnya.
 

Ini sungguh tidak saya sukai sebenarnya, saya kok rasanya malah menjadi kurang respect lagi terhadapnya, padahal dulu saya sangat menghormatinya. Bagaimana mungkin, hanya karena hal yang sangat sepele saja bisa membuatnya menulis panjang lebar dengan kata kata sindiran yang membuat saya risih, semestinya hal tidak perlulah terjadi.

Selain akan menghabiskan banyak waktu dalam hal yang tidak produktif, memutuskan untuk berdebat di sosial media juga akan memperburuk citra kita sendiri, apalagi berdebatnya dengan kata kata yang sudah jauh dari sopan santun dan norma tata bahasa, membela mati matian opini dan pendapatnya sendiri. 

Menurut saya, orang seperti ini akan kehilangan banyak teman dan penghormatan untuk dirinya, karena ke�bawelannya sendiri di sosial media.

Jika memang tertarik untuk menyampaikan pendapat dan opini, mengapa tidak membuat fans page khusus, membuat blog, atau lain sebagainya. Cara itu saya pikir akan lebih produktif dan bernilai ketimbang harus ronda sana sini di dalam group dan status orang lain dengan tulisan keras dan komentar pedas.

Sekali lagi, kurangilah intensitasnya jika selama  ini kita termasuk orang yang gemar beradu argument di media sosial, lebih banyak dampak buruknya daripada baiknya, tidak banyak orang yang akan tercerahkan dengan kata kata pedas dan menyakitkan hati. 

Sudahlah, gunakanlah saja sosial media dengan baik dan bijaksana, jangan terlalu aktif dalam perdebatan kusir yang tidak ada ujungnya, seperti kata orang orang tadi, bukankah semua itu  tidak akan jadi beras juga..?




Salam.

0 Response to "Tidak akan menjadi beras, sudahilah..."

Posting Komentar