Domba berwarna merah muda




Tragedi pembakaran masjid dan surat imbauan dari GIDI


Sebelumnya saya ingin memohon maaf jika mungkin postingan saya kali ini sedikit berbeda pokok bahasannya dengan yang sudah sudah.

Saya sebagai salah seorang muslim, juga tertarik menyampaikan pendapat saya tentang apa yang saat ini tengah sangat ramai diperbincangkan, yaitu sebuah pristiwa intoleransi yang terjadi di daerah Tolikara, Papua. Pristiwa berdarah ini terjadi pada tanggal 17 Juli kemarin, bertepatan dengan perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1436 Hijriah. Dalam pristiwa ini sebuah masjid, dua buah rumah penduduk, dan beberapa kios warga dibakar oleh sekelompok orang. 

Sekelompok orang ini diduga merupakan tenaga anarkis yang dimotori oleh GIDI ( Gereja Injili Di Indonesia ) terkait surat edaran yang mereka keluarkan dalam pelarangan umat islam untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di Tolikara.

Setelah isu ini menjadi sangat ramai diperbincangkan, bahkan berkembang menjadi isu nasional, tentu kita banyak mendengar berbagai macam hal yang simpang siur di luar sana, utamanya media sosial, yang saat ini menjadi corong utama dalam penyampaian opini dan pendapat masyarakat. 

Tidak sedikit juga yang merespon kejadian ini dengan sangat reaktif, bahkan telah ada pula beberapa opini yang meneriakkan untuk berjihad ke Papua guna melawan ketidak toleransian umat Nasrani di Tolikara. Ada pula opini yang mengajak untuk berpikir lebih dingin, dengan tidak terpancing terlebih dahulu dengan berbagai macam pemberitaan, dan tetap menjaga kerukunan yang telah lama terjalin. Disamping itu juga, bahkan ada pula yang malah justru menyalahkan umat islam dalam pristiwa yang sangat disesalkan ini, dengan mengkambing hitamkan speaker atau pengeras suara dari Masjid tersebut sebagai biang dari perselisihan yang muncul, pendapat dan justifikasi malah dikeluarkan seorang wakil presiden Indonesia yang beliau juga ketua dewan masjid Indonesia, Bapak Muhammad Jusuf Kalla, sangat disayangkan.

Namun, belakangan diketahui bahwa masjid yang dibakar tersebut bahkan tidak memiliki speaker atau pengeras suara, jadi dengan sendirinya tuduhan pengeras suara sebagai pemicu keributan, terbantahkan. Bahkan ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa pengeras suara untuk masjid ini memang telah lama ditiadakan, guna menghormati umat Nasrani yang memang mayoritas di daerah tersebut. Bentuk penghormatan dan toleransi tersebut bukan hanya mengenai pengeras suara, namun juga tentang larangan berjual beli dihari minggu, dan ini semua dipatuhi oleh umat Islam di sana, selaku sebagai pihak yang minoritas.

Demikian pula, opini opini yang menyulut kemarahan umat Islam dan cenderung mengompori, sebaiknya juga  perlu kita telaah dan saring lebih dahulu, sebelum pesan jihad tersebut menjadi terlampau jauh disebarluaskan. Kita tentu mencintai dan menginginkan kedamaian dan kerukunan di Papua, khususnya Tolikara. Dan tentu pula, kita sama sekali tidak mengharapkan konflik ini akan berkelanjutan sehingga menciderai kerukunan dan kedamaian yang telah lama tercipta.

Fair atau keadilan adalah sesuatu yang mesti ditegakkan disini, dan ini pula sebenarnya yang menjadi keluhan umat Islam di Indonesia. Sudah bukan rahasia lagi kan,jika yang menjadi pelaku pengrusakan, keributan, pembakaran, dan lain sebagainya, maka berbagai macam media akan mencatut nama Islam untuk dijadikan tersangka, sebagai sebuah generalisasi terorisme, semua aktivis HAM bersuara lantang, menuding dan menghakimi, pemerintah cepat tanggap, dan densus 88 anti terror langsung bergerak, menangkap secara radikal, menembaki, membunuh para tersangka yang diduga teroris dari kalangan umat muslim tersebut.

Namun beda halnya dengan tindak kejahatan yang pelakunya bukan umat islam, maka media hanya akan menulis dengan subjek oknum tertentu, sekelompok orang, massa, dan lain sebagainya, meskipun terkadang kejahatan yang mereka lakukan lebih parah dari sekedar terorisme, para pejuang HAM akan bungkam, dan pemerintah pun seolah tidak terusik dengan hal tersebut.

Ketimpangan semacam ini yang sering membuat sakit hati kami sebagai umat islam.

Kita tentu harus mendukung kasus ini diusut dengan tuntas, pelaku pengrusakan dan pembakaran dihukum, surat edaran yang menghalangi agama lain merayakan hari besarnya juga mesti ditindak tegas, utamanya lagi para aktor intelektual yang berada dibalik kejadian ini, mereka harus diseret ke pengadilan untuk dihukum seadil adilnya. Kita berharap, semoga pemerintah kita tidak merespon ini dengan pasif, karena hal itu tentu saja berpotensi untuk menimbulkan konflik susulan, sekali lagi, keadilan mestilah ditegakkan.


Domba merah muda

Sebagai manusia yang berakal dan mencintai keadilan, ada sebuah analogi yang ingin saya sampaikan disini, yang bisa kita renungkan dan pikirkan, baik untuk kita yang muslim, dan juga semestinya untuk yang non muslim, baik itu nasrani, budha, hindu, kongfuchu, yahudi, dan sekte sekte lainnya.

Analoginya begini ;

Dalam sebuah padang rumput yang luas, terdapat seribu ekor domba yang bulunya berwarna putih bersih, namun diantara seribu domba tersebut, terdapat 3 ekor domba yang warna bulunya lain daripada yang lain.  Ketiga ekor domba tersebut malah berwarna pink, atau merah muda, sehingga ini tentu saja sangat menarik untuk setiap orang memfokuskan perhatiannya kepada ketiga domba yang berwarna merah muda tersebut. 

Jika kita ingin mengambil sample yang menjelaskan tentang keseluruhan domba yang ada di padang rumput tersebut, tentu yang akan kita ambil adalah yang berwarna putih, yang menjadi mayoritas dan rata rata warna asli seekor domba, dan sangat tidak tepat jika kita mengambil atau mengangkat seekor domba berwarna merah muda, lalu mengatakan � hey, semua domba seperti ini��.

Domba merah muda, tidak bisa mewakili semua domba

Nah, Sama halnya dengan yang terjadi saat ini, kita umat islam tidak bijaksana, jika mengatakan atau menjudge bahwa nasrani / Kristen adalah teroris. Hanya karena sekelompok orang dari mereka melakukan tindak intoleransi yang mengganggu kerukunan kita bersama.

Dan ini juga yang sangat perlu ditekankan, bahwa teori ini juga seharusnya diterapkan oleh orang orang non muslim dalam menilai islam, mereka tidak dapat menilai islam hanya dari 3 ekor domba merah muda saja yang begitu  menarik perhatian mereka. Mereka sangat tidak tepat meyebut Islam teroris, lantaran hanya melihat tindak tanduk ISIS, Al Qaeda, bom bali,  dan lain lainnya saja.

Kita, bahkan umat islam sendiri pun, sangat tidak bijaksana mengecap Al Qaeda teroris, Al Shabab teroris, Hamas teroris, para pejuang lainnya teroris, hanya karena, media massa seperti BBC, CNN, Time, menyebut mereka adalah teroris. 

Intinya, sebuah kelompok garis keras dari bagian kepercayaan tertentu,  mereka tidak dapat dijadikan sample untuk menggambarkan keseluruhan agama / kepercayaan tersebut.

Lebih lanjut, jika sungguh sungguh ingin mempelajari hakikat dan gambaran secara totalitas ajaran tertentu, maka belajarlah dari sumbernya. Dalam hal ini, Islam dapat dilihat melalui Al qur�an dan al Hadist, dan Nasrani dapat pula dilihat melalui ajaran bible mereka. 


***

Kita berdoa semoga permasalahan pembakaran masjid di Tolikara Papua ini bisa cepat segera diselesaikan, para pelakunya bisa segera diadili dan dihukum. Dan masyarakat disana dapat damai berdampingan kembali dalam melaksanakan ibadahnya tanpa takut dengan ancaman dan gangguan dari pihak manapun.

Untuk kita yang muslim, kita bisa mulai bahu membahu untuk membangun kembali masjid di Tolikara dengan ikut menyumbang dalam prosesnya. Ada banyak badan dan lembaga yang bisa kita manfaatkan untuk menyalurkan bantuan kita kesana�



Salam.
Please share and coment jika dirasa bermanfaat.
Klik gambar jika anda tertarik memiliki Lamborghini Gallardo AF 1 2004 - 2008

0 Response to "Domba berwarna merah muda"

Posting Komentar