Kesombongan Membunuhku Di Mahameru : Bagian Pertama

Mahameru dilihat dari pos Jambangan Besar


Mahameru dan Mimpi para pendaki

Tanah Mahameru adalah tanah impian setiap pendaki di Indonesia, jika kita menyebut diri kita sebagai pendaki gunung di Indonesia, telah lama malang melintang di dunia pendakian gunung dan hiking di Indonesia, namun kita belum ke Mahameru, itu seperti ada yang kurang. 

Memang pesona taman nasional bromo tengger semeru, atau TNBTS, tak ada duanya, kawasan yang terletak di timur pulau Jawa ini, menjadi andalan potensi wisata provinsi Jawa Timur, khususnya kabupaten Malang dan Lumajang. Berbagai landscape spektakuler dapat diperoleh dengan mengunjungi tempat ini, mulai dari jajaran pegunungan Bromo, lautan pasir Tengger, upacara adat Kasada, hingga sang menjulang perkasa, puncak Mahameru, yang berdiri dengan ketinggian 3676 Mdpl.

Dan tentunya bagi para petualang dan pendaki gunung, yang sungguh sungguh menarik hati, maka yang menjadi magnet terkuat tempat ini adalah gunung Semeru dan perjalanan menggapai puncaknya.


Ritual upacara Kasada di kawasan Tengger Bromo

 
Bagi banyak orang yang bukan berasal dari latar belakang pendaki gunung dan kepecinta alaman, mengunjungi TNBTS tentu saja primary destinationmereka adalah kawasan gunung Bromo dan lautan pasir Tengger, landscape paling spektakuler di sini adalah view sunrise dari gunung Pananjakan, pendaki atau bukan pendaki, petualang atau bukan petualang, kita akan dengan mudah mengakses lokasi ini, yang diperlukan hanyalah pakaian tebal untuk melindungi diri dari hawa dingin, dan kaki yang cukup kuat untuk melangkah menapak undakan tangga ke puncak gunung Pananjakan. 

Tempat ini tidak pernah sepi dari pengunjung, terlebih lebih dimusim liburan atau bertepatan dengan diselenggarakannya upacara adat kasodo, yaitu sebuah upacara adat tahunan suku Tengger yang diselenggarakan di kawasan Bromo, upacara ini memiliki makna dan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta, atas berkah dan hasil alam yang diperoleh penduduk Tengger. 

Saat upacara ini berlangsung, maka kawasan Bromo dan Pananjakan akan berubah menjadi lautan manusia, pengunjung berdatangan dari berbagai pelosok daerah di nusantara, bahkan terkadang turis mancanegara pun ikut memadati tempat ini.

Dari gunung Pananjakan, kita dapat melihat panorama jajaran puncak puncak gunung di kawasan Tengger, mulai dari hamparan padang pasir hampir seluas 10km', hingga pada kerucut megah menjulang pada point paling ujung, tempat berdirinya sang Mahameru.  


Panorama Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dilihat dari gunung Pananjakan 


Ada banyak sekali literatur, karya tulis, buku, lagu, dan journal panduan wisata lainnya yang bertutur tentang Mahameru, bahkan belum lama  ini sebuah film layar lebar yang berjudul 5cm, yang mengisahkan perjalanan 6 orang remaja ke Mahameru, booming sejak dirilis. Dan dampaknya pada satu sisi adalah meningkatnya secara drastis wisatawan pendaki ataupun non pendaki  yang mengunjungi Mahameru, dan ini tentu saja berpengaruh kepada kehidupan sehari hari penduduk kaki gunung Semeru, khususnya kampung Ranupane. Biasanya hanya sebagian kecil saja warga kampung yang tertarik untuk menjadi bagian dari aktifitas kegiatan hiking dan pendakian di gunung Semeru ini, namun ketika intensitas pengunjung  semakin ramai dari hari ke hari, maka menjadi lebih banyaklah penduduk kampung Ranupani yang lebih serius menekuni bisnis jasa pendakian, baik itu sebagai guide, porter, menyewakan rumahnya untuk penginapan para pendaki, hingga yang lebih sederhana lagi dengan berjualan aneka jajanan, kudapan dan juga cinderamata.

Namun pada sisi lain, tentu saja dengan membludaknya para pengunjung ini juga memberi andil besar pada tatanan lingkungan Taman Nasional Gunung Semeru atau TNBTS, dan dampak tersebut yang paling nyata terasa adalah dengan meningkatnya sampah di beberapa tempat  yang menghiasi jalur pendakian gunung Semeru.

Tetapi di balik itu semua, saya ingin mengatakan bahwa saya banyak dan sering sekali mendengar secara langsung, juga menyaksikan, dan mengalami sendiri bahwa mendaki Mahameru, Tidaklah  hanya mendaki secara fisik semata, bukan hanya sekedar perjalanan mendaki titik tertinggi dipulau Jawa saja. Pendakian Mahameru lebih ke sebuah journal jiwa, perjalanan mental yang erat kaitannya dengan niat, tekad, impian, hati dan juga sikap.


Film 5 cm yang bercerita tentang pendakian gunung Mahameru


 Saya sependapat dengan Dhony Dhirgantoro, penulis novel 5cm, yang sudah di filmkan itu, yang mengatakan bahwa mendaki Mahameru adalah sebuah perjalanan hati, bukan fisik semata. 

Ya tentu saja demikian, bagaimana tidak, saya sendiri berani menyimpulkannya lantaran beberapa kali bertemu  atau bercakap cakap dengan para pendaki yang salah satu gunung impiannya adalah Semeru, lalu beberapa di antara mereka sampai saya menulis cerita ini, telah meraih impiannya tersebut, dan beberapa juga di antara mereka  masih memelihara impian mereka tetap sebagai impian hingga saat ini.  Dan mereka yang telah mewujudkan impiannya itu, banyak menceritakan kepada saya bagaimana hawa semeru menarik diri mereka lebih jauh kedalam alam pengembaraan yang indah, menentramkan hati yang gundah gulana, mengembalikan mereka dari kekosongan ke dalam pangkuan penuh makna, dan memulangkan mereka kesebuah pengertian puitis tentang pengabdian Ilahiah. 

Secara pribadi sayapun demikian, ketika mulai menyukai kegiatan pendakian gunung sejak tahun 2000 silam, nama Mahameru telah mengiang ditelinga saya, terlebih lagi ketika saya bergabung bersama teman teman yang menggemari kegiatan mendaki gunung saat di kelas 2 MAN 1 kota Kepahiang, di provinsi Bengkulu. Kami lebih sering meyebut Mahameru dalam sebuah nyayian sekaligus ungkapan keinginan untuk sampai kesana, walaupun hingga tahun 2004 saat kami semua lulus dari sekolah itu, belum satu orangpun yang telah menjejakkan kakinya di Mahameru. 

 ***


Menggapai mimpi dan Arcopodo

Mimpi ke Mahameru itu sempat tersamar selama hampir 5 tahun, ketika saya masih merantau ke berbagai tempat di tanah air ini, Dan mimpi itu kembali datang, bahkan semakin nyata, ketika pada tahun 2009, ketika saya memutuskan diri untuk keluar dari sebuah perusahaan pertambangan di Kalimantan Timur tempat saya bekerja sebelumnya, lalu bertekad untuk belajar menjadi seorang wirausaha. 

Sesuai dengan hoby dan kegemaran saya sebelumnya, yaitu mendaki gunung. Juga seperti saran banyak  pengusaha yang telah sukses lainnya, maka pilihan terbaik untuk memulai kiprah pembelajaran sebagai  enterpreneur adalah dengan memilih bidang bisnis yang sesuai dengan hoby dan kegemaran kita, dengan pertimbangan itu, maka berdirilah Arcopodo Adventure Store Sangatta yang sampai saat ini masih bermarkas di kota Sangatta, Kalimantan Timur. Dan nama Arcopodo pun tentunya merupakan bentuk kecintaan saya kepada Mahameru, sehingga gagasan untuk memberi nama usaha ini dengan kata Arcopodo adalah berasal dari pangkuan gunung Semeru, walaupun saat itu saya belum pernah mengunjunginya.


Logo Arcopodo Store , inspirasinya dari gunung Mahameru

 
Tahun 2010 mimpi ke Semeru sudah kian mengkristal dan  mendesak untuk segera direalisasikan, dan saya pikir akan lebih menyenangkan jika saya memiliki teman untuk mewujudkannya. Maka sayapun mebuat pengumuman tentang rencana atau lebih tepatnya jadwal pendakian ke atap tanah jawa ini  yang saya  pasang di toko kecil saya Arcopodo Adventure Store Sangatta. 

Dan sambutannya luar biasa untuk kota seperti Sangatta, yang mayoritas masyarakatnya adalah pekerja di tambang batubara di PT. Kaltim Prima Coal, atau PT. KPC yang beroperasi di daerah ini,  Penerimaan ide naik gunung ini masih disambut hangat dan menyenangkan, sekitar 10 orang mendaftarkan diri ke toko Arcopodo untuk ikut pendakian ini. Namun semakin mendekati hari keberangkatan, konfirmasi mengenai pembatalan mulai bermunculan, hingga  akhirnya hanya tersisa 3 orang yang benar benar mewujudkan mimpinya ke Mahameru, yaitu saya, mas Sugeng, dan mas Haris.

Perkenalan dengan mas Sugeng dan mas Haris pun terhitung belum begitu lama, kurang dari satu tahun untuk mas Haris, dan mas Sugeng sekitar 3 bulan sebelum rencana pendakian ke Semeru saya sampaikan. Mereka berdua memang adalah orang orang yang memang gemar beradventure ria. Bertiga kami memiliki latar belakang yang berbeda, bergabung dalam satu cita cita dan mimpi yang sama, kami satu tekad dalam melakukan perjalanan pendakian ini. Dan inilah pendakian pertama yang Arcopodo Adventure Club lakukan ( saya mendirikan semacam perkumpulan untuk orang orang yang gemar bertualang dan yang berdomisili di kota Sangatta, dan kami juga sepakat menamakannya Arcopodo Adventure Club ),  Dan pendakian perdana ini langsung bertujuan ke Mahameru, ke atap tanah jawa,  ke kharibaan nama Arcopodo itu sendiri berasal. 

Satu bulan sebelum pendakian dilakukan, kami saling mengingatkan untuk meningkatkan latihan fisik dan persiapan, saya, mas Sugeng, dan Haris semuanya sepakat untuk lebih giat berlatih, agar benar benar siap saat perjalanan mendaki nantinya. Namun di antara ketiga orang itu, saya lihat hanya saya yang benar benar latihan keras dan rutin, setiap 2 atau 3 hari sekali, saya rutin jogging, malahan saya pernah melakukan trekking sendirian dari  lokasi toko kecil Arcopodo  ke pantai Kenyamukan ( nama sebuah pelabuhan kecil di kota Sangatta ) dan saya lakukan itu pulang pergi, jaraknya sekitar 13 km, jadi total jarak tempuh sekitar 26 km. Saya pikir, saya harus benar benar siap menghadapi Semeru nanti. Seperti kata pepatah, lebih baik berdarah saat latihan, daripada terkapar saat peperangan.

***


0 Response to "Kesombongan Membunuhku Di Mahameru : Bagian Pertama"

Posting Komentar