Darah sang pemburu ( The blood of hunters )



Ada yang mengatakan, jika ada orang yang berpose di sosial media dengan gaya bersenapan sambil memegang atau menunjukkan dengan penuh kebanggaan hewan hasil buruannya, maka dia bukanlah seorang pemburu,  Ia hanyalah seorang narsis yang haus akan pujian.

Membaca kalimat di atas, saya pribadi sempat tersinggung juga. Sepertinya kita yang sudah bergaya layaknya seorang sniper legendaries dalam membidik seekor burung atau kancil, dianggap hanya seorang kesepian yang hanya mengharapkan pujian saja di media sosial. Padahal kan rasanya, kita benar benar di antara hidup mati dalam menarik trigger senapan. Namun kok anggapannya hanya demikian, yang benar saja..!

Dulu saya juga sering berfoto layaknya seorang ranger Alaska dengan senapan angin yang dibeli seharga 700rban ditoko pinggir kota, mengendap ngendap di rimbunan persawahan hanya untuk berusaha menembak seekor burung yang disebut orang Kalimantan sebagai ayam ayam. Kemudian dengan topi yang ditekuk seperti sniper legenda Amerika Chris Kyle, menyusuri hutan dalam pekat malam untuk berusaha menembak seekor kancil, atau apalah yang bisa dimakan.

Atau lebih aneh lagi, bergaya seperti seorang sniper Bagdad dan Fallujah, dengan mengikatkan sorban di kepala yang ujungnya dibiarkan menutupi wajah, sehingga yang nampak hanya kedua mata saja. Ini dilakukan karena sering menonton Irak Fighting Back yang menunjukkan bagaimana jitu dan mematikannya tembakan para Juba, sebutan untuk para sniper Irak, dalam aksinya menghalau tentara Amerika dari negara mereka. 

Saya mengikuti mereka semua, karena saya merasa seolah seolah sebagai salah seorang dari mereka.

Padahal, tentu saja saya bukan ranger Alaska, bukan pulan titisan Chris Kyle, apalagi anggota Juba yang sangat terlatih dan istimewa.


Dan setelah dipikir pikir, benar juga. Saya hanya seorang pemuda narsis yang terbuai angan seolah olah saja. Selebihnya, I�m only a man, a boy maybe, with his air rifle and take a photo like a best sniper.

Just that, nothings else..

Namun, itulah saat merasa hebat yang indah dalam setiap jiwa seseorang, ketika ia merasa seolah olah menjadi yang terbaik dalam fase mimpi yang ia inginkan.

Persis seorang pendaki gunung ketika ia berhasil mendaki gunung dengan waktu yang lebih cepat dari yang lainnya, seolah olah ia bisa mengungguli Ueli Steck. Atau seorang anak muda yang membalap di jalan raya, seakan perasaannya ia akan mampu mengalahkan Valentino Rossi, pun sama halnya dengan seorang anak muda yang menenteng senapan dengan hewan buruan, serasa ia sama liarnya dengan si Bear Grylls, si raja survival dunia.

Namun beberapa hari yang lalu saya mendapat pengalaman dan pengetahuan baru tentang who the really hunters..?, siapa sebenarnya sang pemburu, dan bagaimana darah berburu begitu deras mengalir dalam tubuh mereka.

Saya mengobrol dengan seseorang sekitar seminggu yang lalu, beliau adalah ayah dari salah seorang sahabat saya di kota Samarinda ini. Beliau ini adalah seorang pemburu, benar benar pemburu, bukan orang yang hanya berburu sebagai hobi pengisi weekend atau hari libur, namun orang yang memang profesinya sebagai pemburu. Mungkin jika ada KTP yang tidak tampak aneh dengan profesi tidak umum seperti ini tercetak di atasnya, maka sungguh kata pemburu lebih tepat diketik sebagai pekerjaannya, bukan kata Petani yang selama ini tercetak.

Ia adalah seorang lelaki paruh baya, umurnya kurang lebih 50 an tahun, namun badan dan posturnya masih sangat kekar dan tangkas. 


Beliau ini mewarisi bakat berburu dari ayahnya, ayahnya memperoleh kemampuan ini dari kakeknya, dan kakeknya dari buyutnya, demikian terus menerus, dan saya tidak tahu putusnya di mana. 

Orang ini mampu bertahan hidup dalam hutan liar Kalimantan selama berminggu minggu hanya dengan berbekal sebuah parang saja. Ia mampu mendapatkan hewan buruannya dengan dengan apa pun peralatan yang dimilikinya.  Ia bisa mendapatkan rusa dengan panah, merobohkan kijang dengan tombak, membunuh kancil dengan ketapel, menjatuhkan burung dengan sumpit, dan jangan ditanya, jika yang dipegangnya adalah senapan, ia bisa melakukan lebih dari itu.

Mata pencaharian utamanya adalah berburu, ia bisa hingga 3 hari dalam hutan setiap minggunya, binatang hasil buruannya berupa kijang, rusa, kancil biasa dijual ke penduduk sekitar dengan harga yang wajar, dan dari sanalah beliau menafkahi keluarganya, dan menyekolahkan anaknya hingga sarjana. Beliau juga adalah pemburu yang sangat taat aturan, tidak pernah membunuh binatang yang memang bukan untuk diambil manfaatnya, atau hanya untuk senang senang saja. Hewan hewan yang dilindungi seperti orang utan, burung pelikan, kera, dan yang lainnya, tidak pernah masuk dalam list buruannya, sekali lagi ia adalah pemburu yang sangat patuh aturan.

Kemungkinan besar bakat berburunya akan menurun kepada anaknya, sahabat saya itu. Meskipun saya yakin, sang anak tidak akan menjadikan berburu sebagai profesi utamanya.

Sejalan dengan cerita itu, ada sebuah cerita dalam film berjudul Red Machine, yang juga menggambarkan kehidupan seorang pemburu.

Red Machine adalah sebuah film yang bercerita tantang beruang grizzly Alaska yang super mematikan, banyak orang yang sudah dicabik cabiknya, dan berujung maut. 

Dalam sebuah adegan si jagoan pernah bertutur begini 

��Ayah saya adalah pemburu sejati, ia bisa bertahan berminggu minggu di tengah hutan ini dengan hanya sebilah pisau, ia memburu kijang dan rusa untuk meberi makan kami, hutan Alaska adalah rumah sekaligus tempat ayah saya mencari nafkah��

Pemburu yang baik adalah yang taat aturan dan juga punya belas kasihan



Menangkap maksud dari dua kisah yang baru saja kita bicarakan, menjadi pemburu sejati tentu saja tidak mudah, dan bukan pilihan yang main main. Totalitas adalah sebuah harga mahal yang mesti dilibatkan dalam hal ini.

Saya agak risih saja dengan banyaknya berbagai macam gambar di sosial media yang menampakkan seorang dengan senapan lantas membunuh satwa langka, lantas bertindak kejam dengan menganiaya makhluk hutan yang hidup damai, lantas membunuh banyak binatang, yang kepentingannya hanya untuk bersenang senang dan mengharapkan komentar kekaguman saja.

Jadilah penyayang, jangan jadi perusak.

Jangan pernah membunuh binatang hanya untuk bersenang senang, pastikan bahwa yang ditembak benar benar akan dapat dimanfaatkan. Atau memang binatang hama yang mengganggu tanaman penduduk, yang dibenarkan untuk dibunuh, seperti babi hutan dan lain sebagainya.

Jika hanya untuk diperhatikan, dan agar bisa dianggap hebat dengan memegang senapan, sembari mempertotonkan kekejaman terhadap hewan. Maka mohon maaf, saya tampaknya akan sepakat dengan ucapan pembuka tadi, bahwa anda bukanlah pemburu sejati, anda hanya seorang anak kecil narsis yang sedang haus akan pujian�
 
Kasihan sekali..




Salam
Please share and coment if you like this article

0 Response to "Darah sang pemburu ( The blood of hunters )"

Posting Komentar