Saat duduk di tempat ini, semua orang pun menjadi egois, Mengapa..?




Pernah bepergian dengan pesawat kan..?

Jika pernah, ada sebuah kebiasaan yang sangat remeh yang seringkali saya perhatikan pada setiap kali berpergian menggunakan pesawat terbang ini. Kesan kebiasaan tersebut akan segera hilang bagi sebagian besar penumpang setelah mereka tiba di airport dan kembali menggunakan kacamata hitam dan dandanan super keren mereka. Namun setelah saya perhatikan lagi, saya pikir mungkin akan ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari sebuah kebiasaan yang super remeh ini.

Jika naik pesawat terbang, sebagai penumpang kelas ekonomi yang adalah pengguna terbesar jasa ini. Kita akan memperoleh tempat duduk biasanya berbaris 6 atau bahkan 8 untuk setiap shaf kursinya untuk pesawat berbadan sedang hingga besar, namun untuk pesawat berbadan kecil hingga menengah biasanya setiap shaf hanya terdiri dari 4 kursi dengan sebuah jalan diantara keduanya. 

Para penumpang yang memperoleh kursi tepat didekat jendela, langsung bersandingan dengan dinding pesawat, biasanya akan lebih senang. Karena salah satu keuntungan bisa duduk didekat jendela adalah mempunyai keleluasaan untuk melihat pemandangan keluar jendela. Tentu saat proses terbang diatas ketinggian tertentu atau dalam model jelajah, tidak ada yang bisa dilihatd diluar jendela kecuali awan putih. Namun duduk di dekat jendela akan memiliki arti lebih jika pada saat proses take off dan landing, utamanya lagi pada saat landing, di mana para penumpang yang mulai jenuh mulai berusaha melihat keluar jendela pesawat untuk melihat sesuatu yang lebih bagus daripada sekedar kepekatan mega dan awan. Dan melihat hamparan bumi dari ketinggian pesawat tentu bukanlah pemandangan yang bisa kita nikmati setiap hari, jadi semua orang akan menyukainya.

Namun hal inilah yang akan cenderung terjadi, setiap orang yang duduk bersebelahan dengan jendela pesawat, pada saat proses mendekati landing, akan memgeser kepalanya ke dekat jendela pesawat, dan menutupi hampir seluruh jendela pesawat, dan kita tahu jendela pesawat tidaklah seperti jendela rumah yang besar dan lebar, jendela pesawat berukuran mungil, dan jika seseorang telah memposisikan kepalanya sejajar dengan jendela pesawat tersebut, maka semuanya tertutupi, tidak ada sisa buat orang lain lagi khususnya yang berada disebelah kiri dan kanan tempat duduknya untuk juga ikut bisa menikmati pemandangan dari atas sebuah tempat yang akan mereka singgahi tersebut.

Remeh sekali bukan ? karena keegoisanlah ini yang saya maksud, setiap orang yang duduk di kursi dekat jendela dalam sebuah pesawat terbang penumpang, pada mendekati waktu landing akan cenderung menggeser posisi kepalanya untuk sejajar dengan jendela pesawat dan menguasainya, sehingga orang lain tidak memperoleh kesempatan lagi untuk sekedar kut juga menyaksikan pemandangan yang tidak setiap hari bisa mereka lihat, melihat hamparan sedikit bagian permukaan bumi dari sebuah jendela pesawat yang berukuran mungil, karena telah tertutupi kepala si orang yang duduk di dekat jendela tersebut.

Tentu saja ini hal kecil, namun dari hal semacam inilah justru kita bisa mengambil pelajaran yang Insya Allah akan sangat bermanfaat untuk kita. Bagaimana sebuah posisi tempat duduk dalam pesawat dapat � mengubah� seseorang menjadi sangat egois , yang bahkan ia sendiripun tidak menyadarinya, karena saking remehnya hal ini.

Melihat ke luar jendela pesawat, pada saat mendekati landing, adalah sesuatu yang cukup berharga untuk dilakukan demi sedikit mengurangi kebosanan dalam perjalanan. Dan hal ini semestinya bisa kita share dengan teman yang duduk disebelah kita yang juga tentu tertarik menikmati view diluar sana juga. Caranya gampang sekali, kita tinggal cukup untuk tetap bersandar pada kursi tempat duduk kita, menikmati view diluar jendela pesawat tanpa harus menutupinya. Dan dengan  kata lain, �memberi izin� penumpang yang duduk disebelah kita untuk ikut juga  dapat menyaksikannya.

Belajar dari hal kecil seperti ini, tentang sebuah posisi yang tanpa disadari dapat mengubah seseorang menjadi lebih mementingkan diri, membuat kita semestinya menambah kepekaan dan melatih sebuah � empati� yang lebih dalam, untuk mengabulkan sebuah keinginan tersirat seseorang yang tidak ia katakan melalui ucapannya.

Cukup mengukur diri sendiri, dan kemudian aplikasikan untuk menilai orang lain. Sehingga akan mempermudah kita untuk menentukan sebuah sikap yang tidak akan mengganggu kenyamanan dan harapan orang lain.

Tidak semua dalam kehidupan ini dapat kita ukur dengan parameternya diri kita sendiri, akan menjadi sebuah kekeliruan yang cukup besar mengambil standar kita untuk menilai orang lain pada semua segi kehidupan, ataupun menetapkan standar orang lain yang diaplikasikan untuk kehidupan kita.
Namun metode ini menjadi cukup bermanfaat untuk menilai sesuatu yang simple,yang memulainya cukup diawali dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri terlebih dahulu, umpamanya dalam beberapa contoh berikut :

  • Apakah saya menyukai hal ini , jika iya,  kalau begitu,  kemungkinan besar orang lain pun akan menyukainya�?
  • Apakah saya suka tempat duduk saya lapang�?, jika iya, kalau begitu tentu orang lain juga suka dan menginginkan tempat duduknya lapang�?
  • Apakah saya  akan terganggu dengan bunyi hand phone ketika saya sholat, jika iya,  kalau begitu bunyi hand phone saya pun akan mengganggu orang lain jika ia sedang sholat.
  • Apakah saya mau jika saya dibohongi seperti ini, jika tidak. Tentu orang lain pun tidak mau dibohongi seperti ini.
  •  Apakah saya  tertarik melihat pemandangan indah menjelang pesawat ini landing, jika iya. Kemungkinan besarorang yang duduk disebelah saya  ini pun akan tertarik juga menikmatinya.
  • Dan seterusnya, dan seterusnya�

Pada umumnya, sesuatu yang enak, nyaman, lapang, menyenangkan, menyedihkan, terharu, dan berbagai macam perasaan seperti itu, dapat menjadi tolak ukur kita untuk sedikit membantu memberikan sikap paling tepat saat berhadapan dengan orang lain, atau berada di posisi yang akan berpengaruh pada harapan dan keinginan orang lain.

Ini hanyalah sebuah sample sederhana, untuk sekedar mengingatkan kita bahwa kita dapat belajar darimana saja, bahkan dari sebuah kebiasaan dalam duduk di pesawat terbang. Yang harapannya akan membantu kita melatih jiwa empati, memahami orang lain, dan kepekaan terhadap sesama.



Salam.

0 Response to "Saat duduk di tempat ini, semua orang pun menjadi egois, Mengapa..?"

Posting Komentar